Hal yang merupakan misi utama diutusnya para Rasul ke muka bumi ini adalah untuk menuntun ummat agar bertauhid kepada Allah. Allah berfirman;
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ [الأنبياء : 25]
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul-pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.”. Inilah tujuan utama diutusnya mereka, dan inilah pula yang menjadi penentu keberhasilan hakiki seorang. Olehnya itu, maka Allah mewanti-wanti hamba-Nya, jangan sampai mereka meninggal dalam kekufuran. Allah berfirman; يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ [آل عمران : 102]
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”.
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ [الأعراف : 40]
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit [dan amal mereka tidak diterima oleh Allah] dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum [artinya: mereka tidak mungkin masuk surga sebagaimana tidak mungkin masuknya unta ke lubang jarum.]. Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.”.
Bertolak dari hal yang telah disebutkan, maka mengenali perusak-perusak akidah (tauhid) untuk menghindarkan diri dari perusak-perusak tersebut adalah merupakan sebuah kelaziman, sebagaimana kaidah agama yang telah ma’ruf;
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
“Sesuatu yang tidak sempurna sebuah kewajiban melainkan dengannya, maka hukum sesuatu itu pun adalah wajib.”; menjauhkan diri dari perusak-perusak akidah adalah wajib, dan hal tersebut tidak akan mungkin tercapai melainkan dengan mengenalinya. Olehnya itu, mengenali perusak-perusak tersebut –pun adalah sesuatu yang wajib.
Diantara perusak-perusak tauhid adalah;
A. Bersikap Loyal Kepada Orang-Orang Yang Memusuhi Agama Allah
Hal yang telah dimaklumi bahwa pondasi utama yang harus berada dalam diri seorang muslim adalah meyakini bahwa tidak ada agama yang benar di muka bumi ini melainkan Islam semata-mata. Islam adalah satu-satunya agama yang telah diridhai oleh Allah -ta’ala- kepada seluruh ummat, yang disampaikan oleh utusan-Nya, yaitu; Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seluruh manusia hingga akhir zaman. Adapun agama yang selainnya, maka seluruhnya adalah agama yang salah.
Allah berfirman menjelaskan bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah utusan-Nya yang terakhir (Al-Quran, surah Al-Ahzaab; 40)
[مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً]
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- (utusan Allah –ta’ala-) dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”. Allah berfirman menjelaskan bahwa tiada satu pun agama yang benar saat ini hingga hari kiamat tiba melainkan Islam. (Al-Quran, surah Al-Maidah; 3)
[الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً]
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”.
Al-Quran, surah Ali Imraan; 19
[إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ]
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.”.
Al-Quran, surah Ali Imraan; 85
[وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ]
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”.
Disimpulkan dari seluruh ayat yang telah disebutkan bahwa satu-satunya agama yang diakui oleh Allah -ta’ala- dan diridhai sebagai agama bagi seluruh manusia hingga akhir zaman –hanyalah- Islam. Adapun orang-orang yang beragama selain dari Islam, maka mereka itu adalah orang-orang merugi, dan di akhirat mereka akan kekal berada di dalam neraka. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda;
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam tangan-Nya, tidak seorangpun dari ummat ini yang mendengarku, baik ia itu adalah Yahudi maupun Nashrani, lantas ia meninggal lantas ia belum beriman terhadap risalahku ini; melainkan ia itu adalah penghuni neraka”[1].
Makna beriman kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- dan kepada risalahnya adalah pengakuan dengan hati dan lisan, yang dibuktikan dengan ketundukan terhadap seluruh ajaran beliau. Tidaklah cukup sekedar dengan pengakuan belaka yang tidak dibuktikan dengan amalan kongkrit. Olehnya, Abu Thalib (paman beliau) bukanlah seorang beriman, meski ia mengakui dan banyak membantu Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Bila kita telah mengakui bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar di muka bumi ini, maka konsekwensi lazim dari pengakuan itu adalah mengingkari seluruh bentuk peribadatan di luar Islam. Allah berfirman;
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى [البقرة : 256]
Di dalam ayat ini dinyatakan bahwa syarat benarnya keberislaman seorang ada dua, yaitu;
Mengingkari thaghut (seluruh yang disembah selain Allah)
Beriman kepada Allah
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda;
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ
“Barangsiapa berkata “laailaaha illallah” dan ingkar terhadap apa yang disembah selain Allah; maka –ketika itu- haramlah harta dan darahnya, dan hisabnya akanlah berada di tangan Allah.”. Syaikh Nashir bin Abdullah al ‘Ulwaan berkata;
لا يُكتفى بعصمة دم المسلم أن يقول: لا إله إلا الله، بل لا بد أن يضيف إليها الكفر بما يُعبد من دون الله، فإن لم يكفر بما يُعبد من دون الله، لم يحرم دمه وماله، والسيف مسلول عليه؛ لإضاعته أصلاً من أصول ملة إبراهيم. التي أمرنا باتباعها والسير على منهجها دونَ تمييع لها مسايرة لشهوات أعداء الله.
“Hadits ini menjelaskan bahwa jaminan Islam terhadap harta dan darah seorang hanyalah berlaku dengan dua syarat, yaitu; syahadat dan ingkar terhadap thaguut … “. Bagaimana bentuk pengingkaran terhadap thaghut (sesuatu yang disembah selain Allah) ?. Caranya –oleh ulama- dinyatakan sebagai berikut;
Meyakini batalnya ibadah kepada selain Allah
Meninggalkan ibadah tersebut
Membenci ibadah tersebut
Mengkafirkan pelaku ibadah tersebut
Tidak bersikap loyal kepada mereka
Bila hal ini telah dipahami, maka seburuk-buruk perbuatan dzhalim, seburuk-buruk kejahatan adalah syirik kepada Allah, menduakan Allah dalam peribadatan, menyatakan adanya tuhan selain Allah. Allah berfirman;
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ [لقمان : 13]
“Sesungguhnya syirik adalah kedzaliman yang sangat besar.”. Maka salah satu ajang kesyirikan terbesar adalah perayaan hari besar keagamaan selain Islam. Berkenaan dengan perayaan hari besar tersebut, yang merupakan ritual keberagamaan mereka, maka sikap yang benar dari seorang muslim adalah;
Meyakini batalnya ibadah tersebut
Meninggalkan ibadah tersebut
Membenci ibadah tersebut
Mengkafirkan pelaku ibadah tersebut
Tidak bersikap loyal kepada mereka
Demikianlah sikap yang benar dari seorang muslim, sesuai dengan sabda Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-;
صحيح مسلم – (1 / 50)
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barangsiapa diantara kalian yang menyaksikan kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Bila ia tidak mampu, maka hendaknya ia merubahnya dengan lisannya. Bila ia tidak mampu, maka hendaklah ia membencinya di dalam hati; dan demikian itulah yang merupakan selemah-lemahnya tingkatan iman.”.
Namun demikian, hal yang perlu digaris bawahi bahwa agama yang mulia ini adalah agama rahmat dan maslahat. Maka sikap seorang muslim yang telah dipaparkan tadi, bukanlah merupakan legitimasi baginya untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis yang tidak mendatangkan maslahat, justru menimbulkan banyak mafsadat. Allah berfirman;
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ [الممتحنة : 8]
” Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”.
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى [المائدة : 8]
“Janganlah kebencian kalian terhadap sebuah kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil kepada mereka. Berbuat adillah karena sesungguhnya sikap itu adalah cerminan ketakwaan seorang.”. Allah berfirman;
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ [البقرة : 256]
“Tidak ada paksaan dalam beragama (karena) sesungguhnya telah jelas antara petunjuk dari penyimpangan.”. B. Mengaku Mengetahui Perkara Ghaib
Diantara hak proegatif Allah adalah pengetahuan terhadap perkara ghaib. Olehnya, jika ada seorang yang mengaku mengetahui perkara ghaib atau berkeyakinan bahwa ada yang mengetahui kejadian-kejadian ghaib selain Allah, maka sesungghunya orang tersebut telah menduakan Allah dalam hak preogatifnya (melakukan kesyirikan). Allah berfirman;
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ [النمل : 65]
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.”. –Setidaknya- ada dua hal yang ditegaskan dalam ayat ini, yaitu;
1. Pengetahuan akan perkara ghaib itu adalah kewenangan Allah semata.
2. Diantara perkara ghaib yang menjadi kewenangan Allah –sendirinya- adalah waktu terjadinya hari kiamat.
Kapan terjadinya hari kiamat ?. Pertanyaan ini pernah ditanyakan oleh sedekat-dekatnya makhluk dengan Allah (malaikat Jibril) kepada semulia-mulia makhluk di sisi Allah ( Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-). Namun ketika itu, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- menjawab;
صحيح البخاري ت – (1 / 54)
مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ
“Tidaklah yang ditanya tentangnya lebih mengetahui dari yang bertanya.”.
Cobalah kita bandingkan jawaban Beliau ini dengan berbagai prediksi, pernyataan –bahkan- hingga dipaparkan dalam bentuk film. Seluruhnya hanyalah sesuatu yang dibangun diatas khayalan-khayalan kosong, tanpa dilandasi dengan ilmu yang benar, -terlebih- dengan akidah, iman dan tauhid yang lurus.
Tentang tanda-tanda kiamat. Maka Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda;
سنن أبى داود-ن – (4 / 192)
لَنْ تَكُونَ – أَوْ لَنْ تَقُومَ – السَّاعَةُ حَتَّى يَكُونَ قَبْلَهَا عَشْرُ آيَاتٍ طُلُوعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَخُرُوجُ الدَّابَّةِ وَخُرُوجُ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ وَالدَّجَّالُ وَعِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَالدُّخَانُ وَثَلاَثُ خُسُوفٍ خَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِجَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ تَخْرُجُ نَارٌ مِنَ الْيَمَنِ مِنْ قَعْرِ عَدَنَ تَسُوقُ النَّاسَ إِلَى الْمَحْشَرِ
“… ‘Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kalian melihat sepuluh tanda.’ Beliau menyebutkan, ’[1] Dukhan (asap), [2] Dajjal, [3] Daabah, [4] terbitnya matahari dari barat, [5] turunnya Isa ‘alaihis salam, [6] keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, [7,8,9] terjadinya tiga longsor (yang amat dahsyat, lebih dari yang lainnya, lihat “Aun al Ma’buud)-pent) yaitu di timur, di barat dan di jazirah Arab, yang terakhir adalah [10] keluarnya api dari Yaman yang menggiring manusia ke tempat berkumpulnya mereka.”. Tentang turunnya nabi Isa –’alaihissalaam-, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda;
مسند أحمد – (15 / 153)
فَيَدُقُّ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ وَيَدْعُو النَّاسَ إِلَى الْإِسْلَامِ فَيُهْلِكُ اللَّهُ فِي زَمَانِهِ الْمِلَلَ كُلَّهَا إِلَّا الْإِسْلَامَ وَيُهْلِكُ اللَّهُ فِي زَمَانِهِ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ وَتَقَعُ الْأَمَنَةُ عَلَى الْأَرْضِ حَتَّى تَرْتَعَ الْأُسُودُ مَعَ الْإِبِلِ وَالنِّمَارُ مَعَ الْبَقَرِ وَالذِّئَابُ مَعَ الْغَنَمِ وَيَلْعَبَ الصِّبْيَانُ بِالْحَيَّاتِ لَا تَضُرُّهُمْ فَيَمْكُثُ أَرْبَعِينَ سَنَةً ثُمَّ يُتَوَفَّى وَيُصَلِّي عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ
“(Ketika turun) nabiullah Isa akan menghancurkan salib, membunuh babi, mewajibkan orang-orang ahlu kitab membayar jizyah (upeti) kepada pemerintahan Islam. Beliau akan menyeru orang-orang untuk memeluk Islam hingga ketika itu Allah akan memadamkan seluruh agama selain Islam. Di masa Beliau, Allah akan menghancurkan Dajjal. Maka ketika itu keamanan akan meliputi bumi; singa-singa pun berdampingan dengan unta, harimau berdampingan dengan sapi yang digembala, serigala bersama kambing, serta anak-anak kecil bermain ular, dan ia tidak membahayakannya. Nabiullah Isa tinggal selama 40 tahun, hingga kemudia Allah mewafatkannya dan kaum muslimin menshalati jenazahnya.”.
Sekali lagi, cobalah dibandingkan antara tanda-tanda yang disebutkan oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- ini dengan prasangka-prasangka yang dibangun di atas kejahilan yang lagi marak dibicarakan saat ini.
Perlu diketahui bahwa berdasarkan berbagai dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah, para ulama membagi tanda hari kiamat menjadi empat macam:
Pertama, tanda shughro (kecil) yang pernah terjadi dan telah berakhir. Contohnya adalah diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terbelahnya bulan.
Kedua, tanda shughro yang terus menerus terjadi dan berulang. Contohnya adalah menyerahkan amanah kepada orang yang bukan ahlinya, muncul para pendusta yang mengaku sebagai nabi, muncul wanita-wanita yang berpakaian namun hakekatnya telanjang dan merebaknya perzinaan.
Ketiga, tanda shughro yang belum terjadi. Contohnya adalah tanah Arab akan menjadi subur dan penuh pengairan.
Keempat, tanda kubro (besar), artinya bila tanda-tanda ini muncul, maka kiamat sebentar lagi akan tiba. Di antara tanda tersebut adalah munculnya Dajjal. Akhirnya Dajjal pun dibunuh oleh Nabi ‘Isa. Kemudian muncul pula Ya’juj dan Ma’juj di zaman Nabi ‘Isa. Ya’juj dan Ma’juj juga dimusnahkan oleh Nabi ‘Isa.
Kapan hari kiamat terjadi ?. Seorang Arab Badui pernah datang bertanya kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- dengan redaksi pertanyaan yang sama. Maka Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- besabda;
صحيح البخاري ت – (9 / 224)
وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ لَا شَيْءَ إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“Apa yang telah engkau persiapkan bila hari kiamat telah tiba ?. Orang itu berkata; saya tidaklah mempersiapkan apupun, melainkan kecintaanku kepada Allah dan rasul-Nya. (Mendengarnya) Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda; “Kalau demikian, engkau akan bersama siapa yang engkau cintai.”.
Demikianlah seharusnya sikap seorang seorang mukmin terhadap hari kiamat. Mempersiapkan bekal dengan sebaik-baiknya dan bukan malah menambah panjang catatan dosa dan kesalahan. Allah berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ [الحشر : 18]
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”.
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ [البقرة : 197]
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.”.
[1] H.R. Muslim, (1/365), no. 218