Harta, tentu baanyak yang menginginkannya. Dari berbagai macam golongon manusia berlomba untuk mendapatkan dan mengumpulkan harta sehingga harta membudah dirinya. Tua, Muda, muslim, nashara, yahudi, dan selainnyamenginginkan harta. Halal dan haran bukan lagi menjadi pedoman hidup dalam mendapatkan harta bagi sebagian manusia.
Tragisnya lagi, sebagian orang melakukan kesyirikan dalam mendapatkan harta. Berbagai macam betuk kesyirikan pun dilakukan, mulai dari mendatangi kuburan yang mereka anggap orang shalih atau wali, membuat sesajian pada pohon-pohon besar, mendatangi para dukun, “orang pintar” atau paraa normal, memakai jimat atau rajah-rajah yang mereka yakini dapat menolong dan mendatangkan rizki bagi mereka. Padahal semua itu adalah syirik dan perbautan haram!!
Para pembaca yang budiman, ketauhilah bahwa taka da yang mampu mendatangkan kebahagiaan dan rizki, selain Allah. Adapun para dukun, dan semodelnya, maka mereka adalah makhluk yang lemahdan tidak mengatahui pintu-pintu rizki. Andai tahu, para dukun pasti mendahului kalian dan tak akan mengemis di hadapan manusia.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannyamelainkan dia sendiri. Dan jika ia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka dia Maha Kuasa aras tiap-tiap sesuatu.” (QS.Al-An’am : 17)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Barang siapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal (paranormal), lalu mempercayai apa yang dikatakan, maka ia telah kafir kepada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (no.9171). Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Al-Albaniy rahimahullah dalam Ash-Shahibah (3387)]
Harta merupakan salah satu nikmat Allah yang di karuniakan kepada manusia. Keindahan dan kenikmatannya demikian mempesona. Lebih dari itu, harta adalah sebuah realita yang melingkupi kehidupan umat manusia. Jati dirinya yang membasis fitnah (ujian), telah banyak melahirkan berbagai macam masalah dan gonjang-ganjing kehidupan. Dia sanggup membuat pertikaian antar keluarga yang memiliki pertalian darah, dai sanggup mengalirkan darah sebagian manusia, dan dia sanggup menciptakan api peperangan. Bahkan harta sanggup memurtadkan kaum muslimin, berpaling dengan agama.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Bergegaslah kalian untuk beramal (kerena akan datang) fitnah-fitnah ibarat potongan-potongan malamyang gelap. (Disebabkan fitnah tesebut) di pagi hari seseorang beriman dan di sore harinya berubah menjadi kafir, di sore hari ia beriman dan keesokan harinya berubah menjadi kafir. Dan menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya) dunia ini”. [HR. Muslim dalan Al-Iman (no.118)]
Manusia sendiri merupakan makhluk Allah yang berjati diri dari amat zhalim dan amat bodoh. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman; “sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dam gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipukullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu aman zhalim dan amat bodoh.” (QR.Al-Ahzab: 72)
Bukti kejahilan dan kebodohan itu, tatkala harta datang kepadanya, ketertarikan hati pun sangat kuat terhadap harta. Sedang harta sering membuat manusia rakus sehingga ia menempuh segala cara untuk meraihnya, tanpa peduli halal-haramnya. Semua itu mereka lakukan karena kerakusan dan kecintaan yang mendalan tehadap harta duniawi.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfitman; “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS.Al-Fajr : 20)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Andai anak cucu Adam memiliki sebuah lembah emas, maka ia menginginkan agar ia memiliki dua lembah emas. Tak ada yang bisa memenuhi (menutupi) mulutnya, kecuali tanah (kuburan). Allah akan memberikan tobat kepada orang yang bertobat.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Ar-Riqoq (no. 6439), dan At-Tirmidziy dalam Az-Zuhd (2337)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy rahimahullah berkata usai membawakan beberapa hadits yang semakna dengan hadits di atas dari sahabat yang berbeda, “ Di dalam hadits-hadits yang ada dalam bab ini terdapat celaan tehadap sikap rakus dan serakah pada harta. Dari sinilah mayoritas salaf lebih mengutamakan untuk mengambil sedikit (seadanya) dari dunia, merasa cukup dengan harta yang sedikitdan ridho terhadap sesuatu ala kadarnya.” [lihat Fathul Bari (11/310), cet. Daru Salam].
Dunia memang menggiurkan, maka tak mengheranka bila (kebanyakan) manusia teramat berambisi mengumpulkan dan menumpuk-numpuk harta. Berbagai macam cara merka lakukan, dari yang haram sampai cara-cara yang penuh dengan kesyirikan. Lihatlah saat mereka mendatangi dukun-dukun, parnormal dan sejenisnya, karena mengharap jampi-jampi, jimat-jimat dari sang dukun agar usahanya dapat sukses. Bagi pedagang, mereka datang kedukun agar dagangannya laris dan lancer; bagi pengusaha agar bisnisnya lancer dan banyak; bagi pejabat agar jabatannya tetap dan naik terus; bagi para artis minta dipasangkan sesuatu agar tetap cantik dan menarik. Begitulah seharusnya yang semuanya berujung pada penumpukan materi dan penyembahan harta. Jika sudah seperti ini, harta tak lagi menjadi rahmat, namun mejadi celaan turunnya siksa.
Kondisi serba berkecukupan, dan kaya tak jarang membuat seseorang lupa daratan, melampaui batas dan sombong, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an tentang seorang yang bernama Qorun, seorang kaya raya dari Bani Israil (anak paman Nabi Musa alaihis salam)yang telah melampaui batas lagi sombong. Allah berfirman; “Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa. Maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendarahaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya Berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”. Dan pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahgiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahgianmu dari (kenikmatan) duniawi dab berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu brbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Karun Berkata, “Sesungguhnya aku hanya hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telak membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu,tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Karun kepada kaunmyadalam kemegahan. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah di berikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar keberuntungan yang besar”. Berkatalah orang-orang yang dianugerahkan ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Qoshash :73-80)
Al-Imam Al-Qurtubiy rahimahullah berkata, “Allah menerangkan (dalam ayat-ayat tersebut) bahwa Qorun telah diberi perbendarahaan harta yang amat banyak sehingga ia lupa diri. Semua yang dimilikinya itu tidak mampu menyelamatkan dari azab Allah Ta’ala sebagaimana pula yang telah dialami oleh Fir’aun”. [Lihat Tafsir Qurthubiy (13/321), cet. Darul Hadits].
Para pembaca, demikianlah fenomena mengerikan tentang harta dan perannya yang amat besar dalam mengantarkan anak manusia kepada kesombongan. Al-Qur’an dilecehkan dan orang-orang berilmu pun direndahkannya. Padahal seluruh harta dan kekayaan yang dimilikinya itu tidak akan dapat menyelamatkan dari azab Allah Ta’ala.
Hendaknya kita mengambil pelajaran dari kisah Qorun. Harta dan kekayaan yang menumpuk tidaklahmampu menyelamatkan dari azab Allah Ta’al. bahkan ia dan seluruh kekayaannya di benamkan ke dalam bumi? Na’udzu billai min dzalik.
Lantaran itu, tidaklah pantas bagi seorang muslim yang diberi karunia harta oleh Allah ta’ala untuk berbangga diri dengan hartanya. Bukankah harta itu merupakan titipan Allah Ta’ala yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat?? Betapa besar fitnah harta telah mencengkeram dengan kuat umat manusia di jaman ini. “Time is Money” (waktu adalah uang) begitu selogan hidup yang mereka pegang, tidak boleh waktu terlewat sedikit pun kecuali dengan menghasilkan uang. Pagi, siang dan malam tidak ada lagi bedanya, aslkan bisa digunakan untuk mencari uang. Maka mereka para penumpuk dan pencari harta akan terus berlomba-lomba mencarinya tanpa memperhatikan waktu dan halal-haramnya sehingga muncullah istilah “Mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal”. Padahal semua harta yang kita miliki ini akan kita tinggalkan dan akan diminta pertanggungjawabannya di hari kiamat. Dari manakah harta itu diperoleh dan untuk apa harta itu digunakan?
Fenomena diatas akan kian nyata bila anda mencermati berbagia suasana untuk mendapatkan sumber ekonomi yang tidak lagi memperhatikan norma-norma syariat. Praktik riba merajalela. Mulai dari yang berkedok Islam dengan mengatasnamakan “syari’ah” atau yang dipratikkan secara terang-terangan. Persaingan usaha pun semakin tak sehat, jegal sana jegal sini, suap sana suap situ. Bahkan nyawa pun siap dipertaruhkan. Tak mengherankan bila kehidupan bisnis dan industry saat ini banyak diwarnai kasus-kasus korupsi. Praktik penipuan kerap kali dilakukan dengan cara-cara samar, licik dak keji. Bahkan untuk meraup harta orang lain pun tak jarang ditempuh lewat jalur hokum, dalam kondisi pelakunya sadar bahwa ia sedang berbuat aniaya. Allah Ta’ala berfitman; “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 188)
Perjudian dengan berbagai jenisnya, menjadi jalan pintas yang paling digemari sebagian orang dalam mencari uang, mulai dari sepak bola sampai permainan kartu. Padahal Allah telah mengharamkan perjudian.
Sementar itu, jika kita mencermati orang-orang yang diberi karunia harta oleh Allah Ta’ala, maka beragaam pula modelnya. Ada yang menghambur-hamburkan hartanya dengan boros (di jalan yang tidak jelas, bahkan haram) da nada pula yang menjadi kikir, bakhil alias pelit. Kerena itu, bila anda termasuk orang yang mendapatkan karunia harta dari Allah Ta’ala, jadikanlah harta anda sebagian sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah!! Tunaikanlah segala hak yang berkaitan dengan harta benda! Keluarkanlah zakat, berinfaklah kepada fakir miskin, santunilah anak yatim, bantulah orang-orang yang sedang kesusahan, dan lain sebagainya. Jauhkanlah diri anda dari perbuatan menghambur-hamburkan harta (boros), sebagaimana menjauhi sifat kikir.
Yang penting lagi, carilah harta dengan jalan yang benar, dan jangan anda diperhamba dan disibukkan oleh harta dan dunia kalian dari kewajiban-kewajiban agama, seperti shalat pada waktunya, mengerjakan haji, mengeluarkan zakat dan infaq, menghadiri majelis ilmu, menyambung tali kerabat, menjenguk orang sakit, melayat atau mengantar jenazah dan lainnya diantara kewajiban-kewajiban agama.
Wollohu a'lam...
Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannyamelainkan dia sendiri. Dan jika ia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka dia Maha Kuasa aras tiap-tiap sesuatu.” (QS.Al-An’am : 17)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Barang siapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal (paranormal), lalu mempercayai apa yang dikatakan, maka ia telah kafir kepada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (no.9171). Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Al-Albaniy rahimahullah dalam Ash-Shahibah (3387)]
Harta merupakan salah satu nikmat Allah yang di karuniakan kepada manusia. Keindahan dan kenikmatannya demikian mempesona. Lebih dari itu, harta adalah sebuah realita yang melingkupi kehidupan umat manusia. Jati dirinya yang membasis fitnah (ujian), telah banyak melahirkan berbagai macam masalah dan gonjang-ganjing kehidupan. Dia sanggup membuat pertikaian antar keluarga yang memiliki pertalian darah, dai sanggup mengalirkan darah sebagian manusia, dan dia sanggup menciptakan api peperangan. Bahkan harta sanggup memurtadkan kaum muslimin, berpaling dengan agama.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Bergegaslah kalian untuk beramal (kerena akan datang) fitnah-fitnah ibarat potongan-potongan malamyang gelap. (Disebabkan fitnah tesebut) di pagi hari seseorang beriman dan di sore harinya berubah menjadi kafir, di sore hari ia beriman dan keesokan harinya berubah menjadi kafir. Dan menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya) dunia ini”. [HR. Muslim dalan Al-Iman (no.118)]
Manusia sendiri merupakan makhluk Allah yang berjati diri dari amat zhalim dan amat bodoh. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman; “sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dam gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipukullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu aman zhalim dan amat bodoh.” (QR.Al-Ahzab: 72)
Bukti kejahilan dan kebodohan itu, tatkala harta datang kepadanya, ketertarikan hati pun sangat kuat terhadap harta. Sedang harta sering membuat manusia rakus sehingga ia menempuh segala cara untuk meraihnya, tanpa peduli halal-haramnya. Semua itu mereka lakukan karena kerakusan dan kecintaan yang mendalan tehadap harta duniawi.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfitman; “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS.Al-Fajr : 20)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Andai anak cucu Adam memiliki sebuah lembah emas, maka ia menginginkan agar ia memiliki dua lembah emas. Tak ada yang bisa memenuhi (menutupi) mulutnya, kecuali tanah (kuburan). Allah akan memberikan tobat kepada orang yang bertobat.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Ar-Riqoq (no. 6439), dan At-Tirmidziy dalam Az-Zuhd (2337)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy rahimahullah berkata usai membawakan beberapa hadits yang semakna dengan hadits di atas dari sahabat yang berbeda, “ Di dalam hadits-hadits yang ada dalam bab ini terdapat celaan tehadap sikap rakus dan serakah pada harta. Dari sinilah mayoritas salaf lebih mengutamakan untuk mengambil sedikit (seadanya) dari dunia, merasa cukup dengan harta yang sedikitdan ridho terhadap sesuatu ala kadarnya.” [lihat Fathul Bari (11/310), cet. Daru Salam].
Dunia memang menggiurkan, maka tak mengheranka bila (kebanyakan) manusia teramat berambisi mengumpulkan dan menumpuk-numpuk harta. Berbagai macam cara merka lakukan, dari yang haram sampai cara-cara yang penuh dengan kesyirikan. Lihatlah saat mereka mendatangi dukun-dukun, parnormal dan sejenisnya, karena mengharap jampi-jampi, jimat-jimat dari sang dukun agar usahanya dapat sukses. Bagi pedagang, mereka datang kedukun agar dagangannya laris dan lancer; bagi pengusaha agar bisnisnya lancer dan banyak; bagi pejabat agar jabatannya tetap dan naik terus; bagi para artis minta dipasangkan sesuatu agar tetap cantik dan menarik. Begitulah seharusnya yang semuanya berujung pada penumpukan materi dan penyembahan harta. Jika sudah seperti ini, harta tak lagi menjadi rahmat, namun mejadi celaan turunnya siksa.
Kondisi serba berkecukupan, dan kaya tak jarang membuat seseorang lupa daratan, melampaui batas dan sombong, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an tentang seorang yang bernama Qorun, seorang kaya raya dari Bani Israil (anak paman Nabi Musa alaihis salam)yang telah melampaui batas lagi sombong. Allah berfirman; “Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa. Maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendarahaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya Berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga; Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”. Dan pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahgiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahgianmu dari (kenikmatan) duniawi dab berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu brbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Karun Berkata, “Sesungguhnya aku hanya hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telak membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu,tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Karun kepada kaunmyadalam kemegahan. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah di berikan kepada Karun; Sesungguhnya ia benar-benar keberuntungan yang besar”. Berkatalah orang-orang yang dianugerahkan ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Qoshash :73-80)
Al-Imam Al-Qurtubiy rahimahullah berkata, “Allah menerangkan (dalam ayat-ayat tersebut) bahwa Qorun telah diberi perbendarahaan harta yang amat banyak sehingga ia lupa diri. Semua yang dimilikinya itu tidak mampu menyelamatkan dari azab Allah Ta’ala sebagaimana pula yang telah dialami oleh Fir’aun”. [Lihat Tafsir Qurthubiy (13/321), cet. Darul Hadits].
Para pembaca, demikianlah fenomena mengerikan tentang harta dan perannya yang amat besar dalam mengantarkan anak manusia kepada kesombongan. Al-Qur’an dilecehkan dan orang-orang berilmu pun direndahkannya. Padahal seluruh harta dan kekayaan yang dimilikinya itu tidak akan dapat menyelamatkan dari azab Allah Ta’ala.
Hendaknya kita mengambil pelajaran dari kisah Qorun. Harta dan kekayaan yang menumpuk tidaklahmampu menyelamatkan dari azab Allah Ta’al. bahkan ia dan seluruh kekayaannya di benamkan ke dalam bumi? Na’udzu billai min dzalik.
Lantaran itu, tidaklah pantas bagi seorang muslim yang diberi karunia harta oleh Allah ta’ala untuk berbangga diri dengan hartanya. Bukankah harta itu merupakan titipan Allah Ta’ala yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat?? Betapa besar fitnah harta telah mencengkeram dengan kuat umat manusia di jaman ini. “Time is Money” (waktu adalah uang) begitu selogan hidup yang mereka pegang, tidak boleh waktu terlewat sedikit pun kecuali dengan menghasilkan uang. Pagi, siang dan malam tidak ada lagi bedanya, aslkan bisa digunakan untuk mencari uang. Maka mereka para penumpuk dan pencari harta akan terus berlomba-lomba mencarinya tanpa memperhatikan waktu dan halal-haramnya sehingga muncullah istilah “Mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal”. Padahal semua harta yang kita miliki ini akan kita tinggalkan dan akan diminta pertanggungjawabannya di hari kiamat. Dari manakah harta itu diperoleh dan untuk apa harta itu digunakan?
Fenomena diatas akan kian nyata bila anda mencermati berbagia suasana untuk mendapatkan sumber ekonomi yang tidak lagi memperhatikan norma-norma syariat. Praktik riba merajalela. Mulai dari yang berkedok Islam dengan mengatasnamakan “syari’ah” atau yang dipratikkan secara terang-terangan. Persaingan usaha pun semakin tak sehat, jegal sana jegal sini, suap sana suap situ. Bahkan nyawa pun siap dipertaruhkan. Tak mengherankan bila kehidupan bisnis dan industry saat ini banyak diwarnai kasus-kasus korupsi. Praktik penipuan kerap kali dilakukan dengan cara-cara samar, licik dak keji. Bahkan untuk meraup harta orang lain pun tak jarang ditempuh lewat jalur hokum, dalam kondisi pelakunya sadar bahwa ia sedang berbuat aniaya. Allah Ta’ala berfitman; “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 188)
Perjudian dengan berbagai jenisnya, menjadi jalan pintas yang paling digemari sebagian orang dalam mencari uang, mulai dari sepak bola sampai permainan kartu. Padahal Allah telah mengharamkan perjudian.
Sementar itu, jika kita mencermati orang-orang yang diberi karunia harta oleh Allah Ta’ala, maka beragaam pula modelnya. Ada yang menghambur-hamburkan hartanya dengan boros (di jalan yang tidak jelas, bahkan haram) da nada pula yang menjadi kikir, bakhil alias pelit. Kerena itu, bila anda termasuk orang yang mendapatkan karunia harta dari Allah Ta’ala, jadikanlah harta anda sebagian sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah!! Tunaikanlah segala hak yang berkaitan dengan harta benda! Keluarkanlah zakat, berinfaklah kepada fakir miskin, santunilah anak yatim, bantulah orang-orang yang sedang kesusahan, dan lain sebagainya. Jauhkanlah diri anda dari perbuatan menghambur-hamburkan harta (boros), sebagaimana menjauhi sifat kikir.
Yang penting lagi, carilah harta dengan jalan yang benar, dan jangan anda diperhamba dan disibukkan oleh harta dan dunia kalian dari kewajiban-kewajiban agama, seperti shalat pada waktunya, mengerjakan haji, mengeluarkan zakat dan infaq, menghadiri majelis ilmu, menyambung tali kerabat, menjenguk orang sakit, melayat atau mengantar jenazah dan lainnya diantara kewajiban-kewajiban agama.
Wollohu a'lam...