From: Rio Setiawan <rio_setiawan88@...>
Sent: Saturday, February 2, 2008 6:46:07 PM
Assalamua'laikum
apa hukumnya mendengarkan musik serta menggunakan alat musik
beserta dalilnya
syukran atas jawabannya.. .
-Rio Setiawan al Kampary-
===
Wa'alaikum salam wa rohmatullahi wa barokaatuh...
Haram hukumnya mendengarkan musik, apalagi memainkannya, menurut kebanyakan
ulama.
MERAJALELANYA BUNYI-BUNYIAN [MUSIK] SERTA DIANGGAP HALAL
Oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil
http://www.almanhaj.or.id/content/676/slash/0
MUKADIMAH
Artikel ini diambil dari sebagian kecil Tanda-Tanda Kiamat Shugro, yang dimaksud
dengan tanda-tanda kiamat shugro (kecil) ialah tanda-tandanya yang kecil, bukan
kiamatnya. Tanda-tanda ini terjadi mendahului hari kiamat dalam masa yang cukup
panjang dan merupakan berbagai kejadian yang biasa terjadi. Seperti,
terangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, merajalelanya minuman keras, perzinaan,
riba dan sejenisnya.
Dan yang penting lagi, bahwa pembahasan ini merupakan dakwah kepada iman kepada
Allah Ta'ala dan Hari Akhir, dan membenarkan apa yang disampaiakan oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, disamping itu juga merupakan seruan
untuk bersiap-siap mencari bekal setelah mati nanti karena kiamat itu telah
dekat dan telah banyak tanda-tandanya yang nampak.
________________________________
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.
"Artinya : Pada akhir zaman akan terjadi tanah longsor, kerusuhan, dan perubahan
muka. 'Ada yang bertanya kepada Rasulullah'. Wahai Rasulullah, kapankah hal itu
terjadi.? Beliau menjawab. 'Apabila telah merajalela bunyi-bunyian (musik) dan
penyanyi-penyanyi wanita". [Bagian awalnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah 2:1350
dengan tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi. Al-Haitsami berkata : 'Diriwayatkan oleh
Thabrani dan di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Abiz Zunad yang padanya
terdapat kelemahan, sedangkan perawi-perawi yang lain bagi salah satu jalannya
adalah perawi-perawi shahih'. Majma'uz Zawaid 8:10. Al-Albani berkata :
'Shahih'. Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir 3:216 hadits no. 3559]
Pertanda (alamat) ini telah banyak terjadi pada masa lalu, dan sekarang lebih
banyak lagi. Pada masa kini alat-alat dan permainan musik telah merata di
mana-mana, dan biduan serta biduanita tak terbilang jumlahnya. Padahal, mereka
itulah yang dimaksud dengan al-qainat (penyanyi-penyanyi) dalam hadits diatas.
Dan yang lebih besar dari itu ialah banyaknya orang yang menghalalkan musik dan
menyanyi. Padahal orang yang melakukannya telah diancam akan ditimpa tanah
longsor, kerusuhan (penyakit muntah-muntah), dan penyakit yang dapat mengubah
bentuk muka, sebagaimana disebutkan dalam hadits diatas. Dan disebutkan dalam
Shahih Bukhari rahimahullah, beliau berkata : telah berkata Hisyam bin Ammar (ia
berkata) : telah menceritakan kepada kami Shidqah bin Khalid, kemudian beliau
menyebutkan sanadnya hingga Abi Malik Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu, bahwa dia
mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Sungguh akan ada hari bagi kalangan umat kaum yang menghalal kan
perzinaan, sutera, minuman keras, dan alat-alat musik. Dan sungguh akan ada kaum
yang pergi ke tepi bukit yang tinggi, lalu para pengembala dengan kambingnya
menggunjingi mereka, lantas mereka di datangi oleh seorang fakir untuk meminta
sesuatu. Mereka berkata, 'Kembalilah kepada kami esok hari'. Kemudian pada malam
harinya Allah membinasakan mereka dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka,
sedang yang lain (yang tidak binasa) diubah wajahnya menjadi monyet dan babi
sampai hari kiamat".[Shahih Bukhari, Kitab Al-Asyrabah, Bab Maa Jaa-a fi Man
Yastahillu Al-Khamra wa Yusammihi bi Ghairi Ismihi 10:51].
Ibnu Hazm menganggap bahwa hadits ini munqathi' (terputus sanad atau jalan
periwayatannya), tidak bersambung antara Bukhari dan Shidqah bin Khalid
[Al-Muhalla, karya Ibnu Hazm 9:59, dengan tahqiq Ahmad Syakir, Mansyurat
Al-Maktab At-Tijari, Beirut].
Anggapan Ibnu Hazm ini disanggah oleh Ibnul Qayyim, dan beliau menjelaskan bahwa
pendapat Ibnu Hazm itu batal dari enam segi [Tahdzib As-Sunan 5:270-272].
[1] Bahwa Bukhari telah bertemu Hisyam bin Ammar dan mendengar hadits darinya.
Apabila beliau meriwayatkan hadits darinya secara mu'an'an (dengan menggunakan
perkataan 'an /dari) maka hal itu telah disepakati sebagai muttashil karena
antara Bukhari dan Hisyam adalah sezaman dan beliau mendengar darinya. Apabila
beliau (Bukhari) berkata : "Telah berkata Hisyam" maka hal itu sama sekali tidak
berbeda dengan kalau beliau berkata, "dari Hisyam ....."
[2] Bahwa orang-orang kepercayaan telah meriwayatkannya dari Hisyam secara
maushul. Al-Ismaili berkata di dalam shahihnya, "Al-Hasan telah memberitahu-kan
kepadaku, (ia berkata) : Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami" dengan
isnadnya dan matannya.
[3] Hadits ini telah diriwayatkan secara shah melalui jalan selain Hisyam.
Al-Ismaili dan Utsman bin Abi Syaibah meriwayatkan dengan dua sanad yang lain
dari Abu Malik Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu.
[4] Bahwa seandainya Bukhari tidak bertemu dan tidak mendengar dari Hisyam, maka
beliau memasukkan hadits ini dalam kitab Shahih-nya menunjukkan bahwa hadits ini
menurut beliau telah sah dari Hisyam dengan tidak menyebut perantara antara
beliau dengan Hisyam. Hal ini dimungkinkan karena telah demikian masyhur
perantara-perantara tersebut atau karena banyaknya jumlah mereka. Dengan
demikian hadits tersebut sudah terkenal dan termasyhur dari Hisyam.
[5] Apabila Bukhari berkata dalam Shahih-nya, "Telah berkata si Fulan", maka
hadits tersebut adalah shahih menurut beliau.
[6] Bukhari menyebutkan hadits ini dalam Shahih-nya dan berhujjah dengannya,
tidak sekedar menjadikannya syahid (saksi atau pendukung terhadap hadits lain
yang semakna), dengan demikian maka hadits tersebut adalah shahih tanpa
diragukan lagi.
Ibnu Shalah[1] berkata : "Tidak perlu dihiraukan pendapat Abu Muhammad bin Hazm
Az-Zhahiri Al-Hafizh yang menolak hadits Bukhari dari Abu Amir atau dari Abu
Malik". Lalu beliau menyebutkan hadits tersebut, kemudian berkata. "Hadits
tersebut sudah terkenal dari orang-orang kepercayaan dari orang-orang yang
digantungkan oleh Bukhari itu. Dan kadang-kadang beliau berbuat demikian karena
beliau telah meyebutkannya pada tempat lain dalam kitab beliau dengan sanadnya
yang bersambung. Dan adakalanya beliau berbuat demikian karena alasan-alasan
lain yang tidak laik dikatakan haditsnya munqathi'. Wallahu a'lam. [Muqaddimah
Ibnush Shalah Fii 'Ulumil Hadits, halaman 32, terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyah,
Beirut, 1398H. Fathul-Bari 10:52].
Saya sengaja membicarakan hadits ini agak panjang mengingat adanya sebagian
orang yang terkecoh oleh pendapat Ibnu Hazm ini serta menjadikannya alasan untuk
memperbolehkan alat-alat musik. Padahal, sudah jelas bahwa hadits-hadist yang
melarangnya adalah shahih, dan umat ini diancam dengan bermacam-macam siksaan
apabila telah merajalela permainan musik yang melalaikan (almalahi) dan
merajalela pula kemaksiatan.
[Disalin dari buku Asyratus Sa'ah Fasal Tanda-Tanda Kiamat Kecil oleh Yusub bin
Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA, Edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat hal.
108-111 terbitan Pustaka Mantiq Penerjemah Drs As'ad Yasin dan Drs Zaini Munir
Fadholi]
_________
Foot Note.
[1] Beliau adalah Imam dan Ahli Hadits Al-Hafizh Abu Amr Utsman bin Abdur Rahman
Asy-Syahrazuri yang terkenal dengan sebutan Ibnu Shalah, seorang ahli agama yang
zuhud dan wara' serta ahli ibadah, mengikuti jejak Salaf yang Shalih. Beliau
memiliki banyak karangan dalam ilmu hadits dan fiqih, dan memimpin pengajian di
Lembaga Hadits Damsyiq. Beliau wafat pada tahun 643H [Al-Bidayah Wan-Nihayah
13:168]
HUKUM NASYID ATAU LAGU-LAGU YANG BERNAFASKAN ISLAM
Oleh
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta.
http://www.almanhaj .or.id/content/ 1714/slash/ 0
Pertanyaan
Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Sesungguhnya kami
mengetahui tentang haramnya nyanyian atau lagu dalam bentuknya yang ada pada
saat ini karena di dalamnya terkandung perkataan-perkataan yang tercela atau
perkataan-perkataan lain yang sama sekali tidak mengandung manfaat yang
diharapkan, sedangkan kami adalah pemuda muslim yang hatinya diterangi oleh
Allah dengan cahaya kebenaran sehingga kami harus mengganti kebiasaan itu. Maka
kami memilih untuk mendengarkan lagu-lagu bernafaskan Islam yang di dalamnya
terkandung semangat yang menggelora, simpati dan lain sebagainya yang dapat
menambah semangat dan rasa simpati kami. Nasyid atau lagu-lagu bernafaskan Islam
adalah rangkaian bait-bait syair yang disenandungkan oleh para pendakwah Islam
(semoga Allah memberi kekuatan kepada mereka) yang diekspresikan dalam bentuk
nada seperti syair 'Saudaraku' karya Sayyid Quthub -rahimahullah- . Apa hukum
lagu-lagu bernafaskan Islam yang di dalamnya
murni terkandung perkataan yang membangkitkan semangat dan rasa simpati, yang
diucapkan oleh para pendakwah pada masa sekarang atau pada pada masa-masa
lampau, di mana lagu-lagu tersebut menggambarkan tentang Islam dan mengajak para
pendengarnya kepada keislaman.
Apakah boleh mendengarkan nasyid atau lagu-lagu bernafaskan Islam tersebut jika
lagu itu diiringi dengan suara rebana (gendang)? Sepanjang pengetahuan saya yang
terbatas ini, saya mendengar bahwa Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa
sallam-membolehkan kaum muslimin untuk memukul genderang pada malam pesta
pernikahan sedangkan genderang merupakan alat musik yang tidak ada bedanya
dengan alat musik lain? Mohon penjelasannya dan semoga Allah memberi petunjuk.
Jawaban
Lembaga Fatwa menjelaskan sebagai berikut: Anda benar mengatakan bahwa lagu-lagu
yang bentuknya seperti sekarang ini hukumnya adalah haram karena berisi
kata-kata yang tercela dan tidak ada kebaikan di dalamnya, bahkan cenderung
mengagungkan nafsu dan daya tarik seksual, yang mengundang pendengarnya untuk
berbuat tidak baik. Semoga Allah menunjukkan kita kepada jalan yang diridlaiNya.
Anda boleh mengganti kebiasaan anda mendengarkan lagu-lagu semacam itu dengan
nasyid atau lagu-lagu yang bernafaskan Islam karena di dalamnya terdapat hikmah,
peringatan dan teladan (ibrah) yang mengobarkan semangat serta ghirah dalam
beragama, membangkitkan rasa simpati, penjauhan diri dari segala macam bentuk
keburukan. Seruannya dapat membangkitkan jiwa sang pelantun maupun pendengarnya
agar berlaku taat kepada Allah -Subhanahu Wa Ta'ala-, merubah kemaksiatan dan
pelanggaran terhadap ketentuanNya menjadi perlindungan dengan syari'at serta
berjihad di jalanNya.
Tetapi tidak boleh menjadikan nasyid itu sebagai suatu yang wajib untuk dirinya
dan sebagai kebiasaan, cukup dilakukan pada saat-saat tertentu ketika hhal itu
dibutuhkan seperti pada saat pesta pernikahan, selamatan sebelum melakukan
perjalanan di jalan Allah (berjihad), atau acara-acara seperti itu. Nasyid ini
boleh juga dilantunkan guna membangkitkan semangat untuk melakukan perbuatan
yang baik ketika jiwa sedang tidak bergairah dan hilang semangat. Juga pada saat
jiwa terdorong untuk berbuat buruk, maka nasyid atau lagu-lagu Islami tersebut
boleh dilantunkan untuk mencegah dan menghindar dari keburukan.
Namun lebih baik seseorang menghindari hal-hal yang membawanya kepada keburukan
dengan membaca Al-Qur'an, mengingat Allah dan mengamalkan hadits-hadits Nabi,
karena sesungguhnya hal itu lebih bersih dan lebih suci bagi jiwa serta lebih
menguatkan dan menenangkan hati, sebagaimana firman Allah.
"Artinya : Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur'an
yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit
orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati
mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia
menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa disesatkan Allah, maka
tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya." [Az-Zumar: 23]
Dalam ayat lain Allah berfirman.
"Artinya : Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka kebahagiaan
dan tempat kembali yang baik." [Ar-Ra'd: 28-29]
Sudah menjadi kebiasaan para sahabat untuk menjadikah Al-Qur'an dan As-Sunnah
sebagai penolong mereka dengan cara menghafal, mempelajari serta mengamalkannya.
Selain itu mereka juga memiliki nasyid-nasyid dan nyanyian yang mereka lantunkan
seperti saat mereka menggali parit Khandaq, membangun masjid-masjid dan saat
mereka menuju medan pertempuran (jihad) atau pada kesempatan lain di mana lagu
itu dibutuhkan tanpa menjadikannya sebagai syiar atau semboyan, tetapi hanya
dijadikan sebagai pendorong dan pengobar semangat juang mereka.
Sedangkan genderang dan alat-alat musik lainnya tidak boleh dipergunakan untuk
mengiringi nasyid-nasyid tersebut karena Nabi -Shollallaahu' alaihi wa sallam-
dan para sahabatnya tidak melakukan hal itu. Semoga Allah menunjukkan kita
kepada jalan yang lurus. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Muhammad
beserta keluarga dan para sahabatnya.
[Fatawa Islamiyah, al-Lajnah ad-Da'imah, 4/532-534]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Jurasiy, Edisi Indonesia
Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]